Welcome Myspace Comments

Dengan ini kuciptakan sebuah persembahan... Semoga kalian suka... Cintai Budaya Membaca

Jumat, 28 Januari 2011

Hujan, Aku Mengingatnya


Kumenunduk, terlihat olehku setiap titik hujan yang perlahan merembes ke tanah. Membasahi bumi berdebu yang rindu akan guyuran sang air. Tercium aroma khas tanah basah, segar, tak terhingga

Kutengadahkan kepala. Merasakan butiran-butiran air hujan dari langit.
“Ah !” Teriakku, “Sakit !” Air-air yang jatuh ke wajahku, benar-benar ku rasakan seperti jarum menusuk wajahku. “Aduh !”
Kutundukkan kembali kepalaku. Kini, air-air hujan itu mengenai bagian atas kepalaku. Setidaknya ini tidak lebih sakit dari pada mengenai wajahku.
Hujan. Ada apa dengan hujan ?

Menurutku itu bukanlah hal yang penting untuk dibahas. Hal yang sepele bin basi. “Aku ingat dia,” dia yang sangat mencintai hujan. Entah, aku tak habis pikir, apa yang membuatnya mencintai air-air langit yang bagiku hanya terasa sakit. Benar-benar aneh, aku tak pernah berpikir sekonyol itu.
It’s ok-lah jika seseorang menyukai pelangi, mungkin karena keelokan warnanya. Atau seseorang yang menyukai senja, karena suasana dan keindahan, Itupun hanya sebatas menyukai. Tapi dia cinta hujan…???

Apa karena hujan telah menumbuhkan semua tumbuhan ?
Ataukah, karena hujan memberi kesegaran luar biasa ?
Itupun kukira hanyalah alasan basi yang bukan merupakan sebuah jawaban.
Sekali lagi, dia cinta hujan. Hhh…terserahlah, itu haknya. Tapi rasa penasaran mencekam otakku untuk berpikir, ada apa dengan hujan ?
“Hujan mengingatkanku dengan orang yang ku sayang. Apa yang dia lakukan, apa yang dia rasakan.” Itulah jawaban yang terlontar darinya, saat aku bertanya tentang keanehannya mencintai hujan.

Perlahan, butiran air turun. Kali ini bukan berasal dari langit, tapi kelopak mataku. Aku mengingatnya. Mengingat seorang yang cinta dengan hujan.
Hujan, aku mengingatnya. Apakah ini berarti aku telah menjadi seorang pecinta hujan seperti dia ? Aku bisa merasakan bahwa hujan telah mengantarkan ingatan-ingatanku kepada orang yang ku sayang ?
Aku tak mau. Aku bukan pecinta hujan, dan aku tak kan pernah mencintai hujan untuk mengingat dia. Aku bukan pecinta hujan. Tapi hujan bukanlah sesuatu yang bisa kubenci. Hujan bukanlah sesuatu yang bisa kuusir. Dia datang dimanapun dan kapanpun. Aku tak bisa menyalahkan kehadirannya. Itu berarti, aku juga akan tetap teringat tentangnya ?

Air mataku mengalir bersama derasnya hujan. Karena tak seharusnya aku mencintai hujan, agar aku melupakan semuanya.
Kutengadahkan kembali kepalaku. Menahan rasa sakit di wajahku. “Tik…tik…” Hujan masih menyentuh keras wajahku. Rasanya memang sakit, tapi hebat, tak ada lagi air mata yang keluar dari mataku. “Aduh,” teriakku.
“Hahaha…!”
“Aku cinta hujan !”


Terbit by Kampus-Kita edisi Desember 2010

Kamis, 06 Januari 2011

Ketika Dunia Menuntut Perubahan


Tuntutan, berarti sesuatu yang dipakssa, keharusan, kepastian, dan lain sebagainya. Ketika sebuah tuntutan tak dapat dipenuhi, maka akan terjadi hambatan ataupun pihak yang merugi. Misalnya terjadi pada seorang pengamen, tanpa uang dari hasil mengamen, ia tak bisa makan atau minum. Sementara, kebutuhan untuk makan dan minum adalah keharusan yang wajib dipenuhi.

Tuntutan hidup kadang memang sangat kejam bagi sebagian orang. Tanpa pemenuhan-pemenuhan tuntutan tersbut, bisa saja ia mati alias tak bisa bertahan hidup. Ini merupakan realitass kehidupan yang sudah tak mungkin dipisahkan.

“Terjadinya kemiskinan, karena ada kebodohan.” Demikian teori yang selama ini cukup mendominasi pemikiran banyak orang. Kemudian muncullah pertanyaan, “Lalu, bagaiman bisa pintar ? Sementara untuk bisa pintar, membutuhkan uang ?”
“Uang tak semua orang punya, maka otomastis akan masuk ke ‘dunia orang bodoh’.” Silih berganti pertanyaan tetap saja berpijak pada teori tersebut.

Pertanyaan-pertanyaan tersebut hanya bisa dijawab oleh orang-orang dengan kemauan yang besar terhadap masa depan cemerlang. “Tak aka bodoh, meski tanpa uang.” Apa bisa ??? Imposible Nothing, tak ada yang tak mungkin.

Teori tersebut sekaligus menjawab tuntutan-tuntutan dunia. Dunia hadir dengan segala kemewahan dan kemahalannya, yang tak bisa didapat dengan Cuma-Cuma. Maka, kita harus menju menghadapinya, karena itu adalah sebuah tuntutan.

Kita harus sanggup menjawab semua persoalan dunia. Ketika sang dunia ‘menjual dirinya’ dengan sangat mahal, kita pun musti bisa untuk membelinya. Apalagi selain dengan ilmu? Ya. Perubahan hanya akan kita capai melalui ilmu, dan ilmu akan ada karena kemauan kuat. Maka, ketika dunia menuntut perubahan, jawabannya adalah kemauan kuat dalam menuntut ilmu.


Kawan, ingatlah, dunia menuntutmu !
Maka berubahlah untuk duniamu.
Berubahlah demi kehidupan yang lebih baik.
Suatu keniscayaan jika kau akan memiliki dunia yang istimewa.

Salam semangat ! ^_^

Selasa, 04 Januari 2011

Ada Sejuta Alasan Untuk Tetap Tersenyum


Adakah manusia normal yang tak pernah mempunyai masalah ? Jawabannya pasti tidak ada. Berarti, adanya masalah adalah cirri-ciri dari seorang yang normal. Maka, tak perlu takut terhadap ‘masalah’. Namun, bagaimanapun juga, masing-masing orang berbeda pikiran, berbeda pula untuk mengatasi masalah yang dihadapi.

Ada yang bertahan di dalam dadanya sendiri, ada yang dicurhatkan ke orang lain. Ada yang beralih ke minum-minuman keras atau bahkam ke dunia kriminalitas. Semuanya memiliki alasan kuat dalam menggunakan cara-cara tersebut.

Pelampiasan dan mencari senyuman (baca : cari kebahagiaan) sangatlah berbeda. Yang satunya bersifat negatif dan yang satunya bersifat positif. Tapi keduanya memiliki persamaan, yaitu sama-sama mencari kenyamanan hati. Kenyamanan hati dengan melupakan ataupun dengan mengatasi masalah itu sendiri. Kesedihan berlarut akan menjadi buah dari ketidaknyamanan hati. Jangankan mengatasai masalah, untuk melupakan saja tidak bisa.

Jika kita tak menemui senyuman, maka cari. Cari senyuman itu. Mungkin di antara sahabat kita, atau dikeceriaan adik-adik kita, juga mungkin terselip di antara kebersamaan keluarga. Bandingkan masalah yang kita hadapi dengan masalah orang yang lebih parah dari kita.

Ketika kita berhadapan dengan uang yang menipis, bersyukurlah, setidaknya kita lebih baik dari orang yang berjuang mati-matian hanya untuk makan.
Ketika kita bermasalah dengan kedua orang tua, pikirkanlah dengan orang yang sudah tak mempunyai orang tua.
Ketika kita bermasalah karena diputuskan pacar, maka lihatlah orang yang sudah cukup umur tetapi belum bisa menikah karena belum berjodoh.
Ketika kita hamper putus asa karena kaki atau tangan kita yang harus diamputasi, maka lihatlah orang yang telah mendapat vonis kematiannya.



“Hadapi dengan senyuman, semua yang terjadi biar terjadi. Hadapi dengan tenang jiwa, semua akan baik-baik saja.” Demikian Once melantunkan syairnya.
Masih begitu banyak alasan untuk kita tetap tersenyum. Maka tersenyumlah kawan !!!


Salam semangat ! ^_^